Perlunya Skrining Awal Thalasaemia Terhadap Siswa Sekolah
“Penyakit thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor genetika dimana terjadi kegagalan pembentukan salah satu rantai asam amino yang membentuk hemoglobin sehingga hemoglobin tidak sempurna dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah tersebut. Akibatnya pasien memerlukan transfusi darah merah terus-menerus”
Thalasemia yang tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan gangguan organ yang serius, sehingga perlunya dibangun tempat pelayanan bagi penderita tersebut. Namun yang paling utama dan penting sebenarnya adalah memahami apa itu thalasemia dengan melakukan sosialisasi agar masyarakat mengerti apa itu thalasemia. Apalagi saat ini jumlah pasien thalasemia sudah mencapai 7.238 se-Indonesia atau naik 10 persen dari tahun ke tahun.
RSUD Banyumas saat ini memiliki Gedung Pelayanan Thalasemia Terpadu yang memiliki fasilitas yang memadai untuk penanganan thalasemia.
Gedung Instalasi Pelayanan Thalasemia Terpadu RSUD Banyumas dibangun tahun 2014 tiga lantai dengan total luas bangunan 1.923 meter persegi itu menyediakan 30 tempat tidur bagi penderita thalasemia yang hendak melakukan transfusi darah.
Pelayanan terhadap Thaller (individu dengan thalasemia) tersebut dibuat nyaman, karena seumur hidupnya akan terus tergantung pada tranfusi darah.
Jumlah kunjungan pasien thalasemia bulan Nopember 2016 ada 402 pasien dan perkiraan kunjungan bulan desember 2016 akan ada 405 pasien, setiap hari ada 20-30 pasien yang sudah dijadwal melakukan transfusi darah. Bahkan kebutuhan darah setiap bulannya mencapai 1.000 kantong darah.
"Ada 400-an pasien yang sudah dijadwalkan, jadi kalau sudah ada gejala anemia mereka tinggal datang saja. Rata-rata yang datang bukan hanya dari Banyumas tapi dari Kebumen, Brebes, Banjarnegara, Purbalingga, Cilacap, Wonosobo, Pekalongan, Ciamis, bahkan ada yang datang dari jakarta" ucap dr. Tri Agus wibowo,SpPD,MSc.
Dia mengungkapkan pelayanan terpadu yang diberikan untuk pasien thalasemia agar keluarga pasien nantinya tidak perlu pergi untuk mencari-cari darah untuk kebutuhan transfusi. Karena semuanya sudah disiapkan di gedung ini.
"Yang penting ada ketersediaan darah kemudian ada tempat yang nyaman, untuk ketersediaan darah sendiri kita kerjasama dengan PMI, tetapi kantong darah sudah disiapkan di RSUD Banyumas, “one Day Service “ jadi sudah dilayani di sini lengkap dan keluarga tidak perlu lari-lari cari darah," tegasnya.
“Penyakit genetik yang diturunkan dari Ayah dan Ibu pembawa sifat kepada anaknya ini dapat dicegah salah satu upayanya dengan memutus mata rantai melalui tes kesehatan pra nikah dan sebenarnya screening ini bisa dimulai kapan saja. Usia strategis untuk dilakukan screening adalah usia sekolah dan pra-nikah, sehingga dengan memiliki database ini usaha konseling bisa segera dimulai untuk mencegah bertambahnya individu baru thalasemia. Individu dengan Thalasemia berat lahir dari pernikahan sesama pembawa sifat yang tidak memiliki gejala. Periksaan darah sebelum menikah agar kita dapat mengetahui apakah diri kita pembawa sifat Thalasemia, dan apakah pasangan kita pembawa sifat thalasemia juga?
Konseling bertujuan memberikan informasi mengenai pencegahan perkawinan antar pria-wanita yang genetisnya sama-sama membawa sifat (carrier) thalasemia, karena keturunan mereka dapat menjadi individu dengan thalasemia.
Selain itu, pemeriksaan prenatal dapat dilakukan untuk mengetahui apakah bayi yang ada dalam kandungan memiliki thalasemia sekaligus menentukan keparahannya. Pemeriksaan dapat dilakukan menggunakaan penyampelan vilus korionik (prosedur pengambilan sampel kecil jaringan dari plasenta) pada sekitar minggu ke-11 kehamilan dan amniosentesis (prosedur pengambilan sampel cairan amnion) pada sekitar minggu ke-16 kehamilan. Sampel yang didapat kemudian diperiksa genetiknya. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan sedini mungkin sehingga dapat segera dilakukan manajemen yang tepat. Akan tetapi, pemeriksaan ini kurang dapat diaplikasikan di masyarakat karena mahal.
Ketika kedua orang penderita/pembawa sifat talasemia sudah terlanjur menikah dan merencanakan untuk memiliki anak, pencegahan munculnya talasemia pada anak mereka dapat dilakukan dengan teknologi reproduksi berbantuan.
“Periksakan pasangan sebelum menikah, usahakan jangan menikah sesama pembawa sifat thalasemia. Jika masyarakat semakin waspada, maka semakin lama angka kasus Thalasemia akan semakin berkurang bahkan mungkin bisa hilang”, terang dr Tri Agus Wibowo SpPD, MSc, salah satu narasumber talkshow di Pendopo Si Panji Purwokerto pada acara sosialisasi Thalasaemia dihadapan Kepala sekolah SMA dan SMP se Kabupaten Banyumas yang diselenggarakan oleh Pemkab Banyumas tgl 17 Desember 2016.
Langkah selanjutnya dari pihak sekolah dihimbau agar melakukan screening awal sehingga mempunyai bank data siswa sekolah yang membawa sifat (carrier) thalasaemia kemudian data dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk kebijakan pemda Banyumas.
Pasien yang menerima terlalu banyak transfusi darah berisiko kelebihan zat besi. Zat besi berlebihan didapatkan dari transfusi darah merah yang dilakukan rutin dan zat besi tersebut dapat menumpuk dalam organ tubuh, seperti jantung, hati, dan otak hingga mengganggu fungsi masing-masing organ. Untuk mencegah kelebihan zat besi, pasien thalasemia memerlukan terapi khelasi besi (pengikat besi). Terapi khelasi menggunakan obat, baik pil atau suntikan, untuk membuang kelebihan zat besi sebelum menumpuk dalam organ.
“Saat ini biaya perawatan pasien thalasemia sekali kunjungan sudah seharga kendaraan roda dua atau kisaran 12 jt, Harga obat khelasi besi kurang lebih berkisar 200 – 300 ribu/kgbb/bulan, artinya pasien thalasemia kalau berat badan 40 kg, obat khelasi besinya berkisar 8- 12 jt/bulan kalau pasien semua ditanggung BPJS tentunya akan membebani anggaran pemerintah” tegas dr Tri Agus
Walaupun pemerintah telah menjamin biaya pengobatan pasien thalasemia, namun untuk menjalani skrining thalasemia seseorang harus mengeluarkan biaya sendiri dan dibutuhkan biaya sekitar 400 - 600 ribu untuk uji laboratorium.
Dengan tatalaksana optimal kualitas hidup dan kelangsungan hidup penyandang Thalasemia dapat diupayakan memiliki kualitas hidup optimal. ''Penyakit talasemia mayor merupakan penyakit yang diturunkan dari kedua orang tua yang sama-sama membawa sifat genetis talasemia. Bila keduanya menikah kemudian memiliki keturunan, maka anaknya akan menderita thalasemia,''jelasnya.
dr Tri Agus menjelaskan, penyakit talasemia terbagi ke dalam dua jenis, yakni thalasemia alfa dan beta, sedangkan berdasarkan klinisnya thalasemia dibagi lagi menjadi trait/minor, intermedia dan mayor. ''Kalau penderita talasemia minor, tidak memiliki gejala penyakit apa-apa dan tidak memerlukan tranfusi darah. Ini yang dalam istilah medis sebagai orang yang membawa sifat.
Sedangkan, penderita talasemia mayor adalah penderita yang gejala anemia muncul dan perlu dilakukan tranfusi darah merah,'' katanya.
Gejala anemia yang muncul seperti umumnya anemia pada berbagai kondisi medis yaitu, mudah lelah, lesu, dan mudah terserang penyakit. Selain itu, pada individu dengan thalasemia dapat terjadi pembesaran hati dan limpa. ''Satu-satunya cara mengatasi gelajanya hanya dengan melakukan transfusi darah.
Thalasemia juga bisa mengakibatkan kematian jika tidak mendapat pendonor darah, penting sekali ketersediaan donor darah sehingga masyarakat bisa membantu menjaga kelangsungan hidup individu dengan thalasemia dengan mendonorkan darahnya. Sebelumnya jumlah kematian jiwa akibat talasemia terbilang cukup tinggi bahkan para penderita thalasemia hanya mampu bertahan hingga usia belasan tahun. Namun dengan berbagai kemajuan teknologi kedokteran, saat ini usia rata-rata penderita talasemia sudah semakin panjang,'' katanya.
Pemberian support secara psikologis oleh psikolog maupun petugas medis sangat penting untuk menjaga mereka tetap semangat dan optimis menjalani pengobatan, bisa dibayangkan individu dengan thalasemia mulai dari anak-anak harus ditranfusi darah 3 minggu sampai 1 bulan sekali minum obat kelasi besi yang jumlahnya banyak dan ini terus menerus selama hidup pastinya ada saat dimana motivasi menurun dan berhenti minum obat, support secara psikologis penting sekali dalam kondisi ini.