RSUD Banyumas Layani Penderita Kaki Pengkor
Penderita congenital talipes equinus varus (CTEV) atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan kaki pengkor tak perlu berobat jauh-jauh dari Banyumas. Sebab, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas kini telah memiliki Klinik Ortotik Prostetik.
Yakni, klinik yang melayani penyakit kelainan bawaan sejak lahir/congenital. Direktur RSUD Banyumas dokter AR Siswanto Budiwiyoto MKes mengemukakan, saat ini kunjungan di klinik Ortotik Prostetik RSUD Banyumas terus meningkat.
Klinik yang berada di bawah Instalasi Rehabilitasi Medik itu melayani pembuatan kaki palsu, tangan palsu, collar neck untuk nyeri leher, spinal corset lumbal untuk nyeri pinggang, MSO/boston brace untuk koreksi scoliosis, kafo brace/kafo hybrid untuk kasus polio, alat bantu mobilitas, AFO Splint untuk kaki pengkor ini.
Ia mengatakan, pada 2014, RSUD Banyumas berhasil menangani kaki pengkor sebanyak enam kasus. Salah satu di antaranya adalah berinisial BSA (2) asal Banyumas.
Anak itu belum bisa jalan pada usainya yang masuk dua tahun. Sementara teman-teman sebayanya sudah berlari-lari. Pada Juli lalu, BSA yang berasal dari keluarga tidak mampu mendapat bantuan dan dipasang alat bantu sepatu koreksi Ankle Foot Orthosis (AFO).
’’Berdasar survei tim RSUD Banyumas, BSA berasal dari keluarga tidak mampu. Untuk itu, AFO tidak ditanggung oleh BPJS, dan kami memiliki pelayanan ortotik prostetik, maka BSA kami bantu,’’ kata Siswanto.
Menurut Tenaga Kesehatan Ortotik Prostetik RSUD Banyumas Agung Kurniawan AmdOP, kaki pengkor (pincang) merupakan salah satu kelainan bawaan sejak lahir yang saat ini paling banyak ditemukan. Kelainan ini sebenarnya dapat disembuhkan hingga menjadi normal kembali, jika sejak dini ketika penderita masih bayi segera ditangani.
Kelainan Otot
Ia menerangkan, kaki pengkor disebabkan adanya kelainan otot. Kaki memanjang tidak sama antara yang belakang dengan yang depan. Bagian belakang ketinggalan, sehingga memutar.
Dari hasil penelitian, setiap kelahiran 1.000 bayi kemungkinan terdapat 1-2 bayi yang akan mengalami kelainan ini. Kebanyakan kasus yang terjadi dialami bayi laki-laki.
Agung menambahkan, sampai saat ini belum ada teori yang memuaskan untuk menjelaskan penyebab kelainan kaki pengkor. Namun, telah diketahui dengan pasti bahwa kelainan itu bukan termasuk kelainan bentuk yang bersifat statik, yaitu sudah langsung terjadi begitu janin terbentuk (embryonic malformation). Namun, merupakan kelainan bentuk, yaitu terjadi sejalan dengan pertumbuhan janin.
Kaki pengkor merupakan penyebab kecacatan fisik paling serius di antara kelainan keluhan pada bagian-bagian otot.
Penanganan yang tidak tepat terlebih jika terlambat akan menyebabkan penanganan lebih sulit dan kompleks sehingga hasil akhir terapi tidak memuaskan. ’’Keterlambatan dalam memperoleh penanganan dini disebabkan kurang cermatnya deteksi sejak dini.
Deteksi dini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang banyak bersinggungan dengan perawatan dan kesehatan anak. Ada juga anggapan kaki pengkor sebaiknya ditangani ketika sudah dewasa.
Anggapan ini tak hanya muncul dari orang tua penderita akan tetapi juga didapat dari tenaga kesehatan lainnya,’’ ujarnya.
Dijelaskan Agung, penanganan sejak dini bagi penderita kaki pengkor akan mempermudah dan mempersingkat terapi, mempertinggi angka kesuksesan, dan secara keseluruhan akan meminimalkan biaya.
Keterlambatan penanganan akan mengakibatkan kasus menjadi kompleks, penanganan lebih sulit, dan keberhasilan terapi menurun. Untuk itu jika menemukan anak dengan kaki pengkor, kata dia, sebaiknya penanganan dilakukan pada usia tiga minggu hingga tiga bulan.
Jika ditangani setelah tiga bulan, bahkan di atas setahun, biasanya otot anak sudah kaku, sehingga terapi bisa berjalan lebih lama.