Tanggulangi Trauma Warga, RSUD Banyumas Terjunkan Psikolog

Setelah bencana longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas mengirimkan psikolog yang tergabung dalam Tim Brigade Siaga Bencana (BSB). Tim diterjunkan guna menanggulangi kegawatan fisik, serta dampak psikologis, dan trauma warga akibat bencana yang menelan lebih dari 90 orang meninggal dunia itu.

Direktur RSUD Banyumas dokter Siswanto B MKes mengatakan, Tim RSUD Banyumas khususnya tim psikologi tersebut diterjunkan sebagai upaya mendukung psychosocial support programme (PSP) atau program dukungan psikososial bagi penyintas yakni orang-orang yang selamat dari bencana tanah longsor di Kecamatan Karangkobar.

Tim diterjunkan guna menanggulangi dampak psikologis dan trauma warga. Tim psikolog ada tiga orang yakni Ratih Winanti, Sri Handayani, dan Anna Kartika. ”Mereka bertugas di lokasi bencana secara bergantian agar pelayanan konseling psikologi di RSUD Banyumas tetap berjalan dengan baik.

Diterjunkannya psikolog tersebut juga dalam rangka memenuhi permintaan Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Banyumas yang wilayah kerjanya meliputi Banjarnegara, Pubalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen (Barlingmascakeb). Atas permintaan itu RSUD Banyumas mengirim psikolognya sebagai sukarelawan psikologi untuk melaksanakan program intervensi psikososial,” jelas Siswanto.

Jadi Linglung

Ratih Winanti menambahkan, bencana tanah longsor selain berdampak pada aspek fisik masyarakat juga pada aspek emosi yaitu muncul tanda-tanda masalah psikis. Di antaranya adalah kehilangan gairah hidup, ketakutan, dikendalikan emosi dan merasa rendah diri. Pada aspek mental terjadi kebingungan, ketidakmampuan menyelesaikan masalah, tidak dapat berkonsentrasi, tidak mampu mengingat dengan baik dan lain sebagainya.

Ia mengemukakan meskipun tahap tanggap darurat evakuasi korban telah dinyatakan selesai, namun tahap tanggap darurat psikologis masih berlangsung. Selama tahap ini, berbagai jenis respon emosional penyintas mungkin berubah-ubah, seperti tampak tertegun, linglung, bingung, apatis dan tatapan mata kosong.

”Ada juga penyintas tampak tenang, namun bisa saja berupa ketenangan semu. Beberapa di antara mereka merasa takut, disertai dengan jantung berdebardebar, otot tegang, nyeri otot, gangguan pencernaan. Beberapa kemudian akhirnya menjadi depresif ataupun kebalikannya menjadi aktif secara berlebihan,” ungkap Ratih.

Mengacu data hasil pengukuran oleh Tim UNS Solo dan pengamatannya secara langsung di lokasi pengungsian, perlu dilakukan intervensi psikologis secara berkesinambungan. Tim Psikolog RSUD Banyumas bertugas bergantian secara berkesinambungan. Ratih Winanti mendapat telah mendapatkan tugas pada 30-31 Desember 2014, selanjutnya Sri Handayani (6-7 Jan 2015), dan Anna Kartika( 8-9 Jan 2015).

”Intervensi psikologis ini dilaksanakan dengan metode konseling individual maupun kelompok kecil dan dilaksanakan secara estafet oleh tim sesuai dengan jadwal, baik untuk warga yang dewasa, remaja maupun anak-anak,” imbuh Anna Kartika yang juga Ketua Himpsi Cabang Banyumas. Menurut Anna, intervensi psikologis perlu penanganan dan solusi jangka panjang. Terutama saat psikis masyarakat mulai masuk pada fase realitas.

Yakni setelah euforia bantuan mulai menurun, sebagian sukarelawan sudah tidak datang lagi dan bantuan dari luar secara bertahap berkurang. Mengantisipasi kondisi itu, Sri Handayani yang bertugas sebagai koordinator Pelayanan Psikologi RSUD Banyumas, menyatakan, selama tenaga psikolog RSUD Banyumas dibutuhkan, pihaknya siap untuk menjadi sukarelawan.

”Kami akan terus berkoordinasi dengan Himpsi, baik Himpsi cabang Banyumas maupun Himpsi wilayah Jawa Tengah dan koordinator tim PSP Banjarnegara, serta tetap melayani rujukan pelayanan psikologi ke Poli Psikologi RSUD Banyumas”.

Related Posts

Komentar